Blog ini masih dalam pengembangan / This blog is under development ^_^

PENGEMBANGAN TEKNIK PEMBELAJARAN


PENGEMBANGAN TEKNIK PEMBELAJARAN
Tanggal: Wednesday, 25 July 2007
Topik: Umum

Proses pembelajaran di kelas bukan merupakan suatu kegiatan mudah. Fasilitator sangat dituntut untuk melaksanakan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pelatihan. Terutama di dunia pendidikan di luar sekolah. Khususnya di lembaga-lembaga Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tujuan pendidikan sangat khas. Yaitu bertujuan meningkatkan kemampuan meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Selama ini sudah banyak sekali teknik-teknik pembelajaran , namun belum dapat mengarah dan menyentuh pada tiga unsur sasaran tujuan diklat tersebut. Salah satunya adalah untuk meningkatkan sikap atau merubah sikap peserta pelatihan. Jadi pelaksanaan proses pembelajaran di kelas masih banyak mengarah pada komponen pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan komponen sikap hampir tidak tersentuh sama sekali. Kendalanya adalah ketiadaan aturan baku dari setiap sikap dalam setiap kegiatan tujuan diklat. Selain itu sikap perlu dijiwai dari diri fasilitator atau Pelatih agar setiap materi terapan benar-benar dapat diterima dan dilaksanakan oleh peserta diklat. Oleh karena itu setiap pelatih sangat dituntut untuk menguasai dan memahami tentang bidang pekerjaan peserta pelatihan setelah mengikuti Diklat. Fasilitator tidak cukup hanya dengan menjelaskan tentang pengetahuan dan memberikan cara melaksanakan suatu pekerjaan disertai dengan menggunakan teknik-tenik pembelajaran tertentu. Proses tersebut belum bisa mencakup pada arah tujuan diklat tersebut secara menyeluruh dan tuntas meliputi tiga unsur tersebut.



Kediklatan dengan sasaran pesertanya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat dituntut untuk mempunyai kemampuan mumpuni. Diharapkan penerima pelayanan memperoleh layanan memuaskan dan merasakan pelayanan secara manusiawi. Rasa puas diterima oleh penerima pelayanan dan merasa diperlakukan secara manusiawi akan muncul dan tersirat di raut mukanya atau terungkap secara verbal seiring dengan saat petugas melaksanakan pekerjaan memberikan pelayanan. Jadi betapa besar manfaat penerapan sikap seorang pelaku pemberi pelayanan, kalau sedang melaksanakan suatu pekerjaan secara bersamaan harus totalitas unsur-unsur positif dari dalam dirinya (sikap,emosi, intelektual, estetika dlsb) dapat menerapkan kemampuannya semaksimal mungkin. Adanya tuntutan untuk melaksanakan pekerjaan seperti tersebut, maka seorang pemberi pelayanan baru akan nampak dan dirasakan kemampuan dan kecakapannya, jika pengetahuan dikuasai, sikapnya dijiwai, serta ketrampilannya memadai menangani pekerjaan cepat terselesaikan

Ada banyak sekali kendala utama untuk membelajarkan sikap dalam suatu kegiatan proses pembelajaran. Berikut ini temuan-temuan empiris dari penulis selama menjadi Widyaiswara selama 17 tahun semenjak tahun 1990 sampai sekarang.

1. Faktor kepribadian atau karakter peserta pelatihan. Setiap peserta pelatihan mempunyai perbedaan latar belakang belakang pendidikan dari keluarga, pendidikan di sekolah, lingkungan pergaulan, dari masing-masing kelompok tersebut akan memberikan pengaruh sikap setiap individu. Terbentuknya sikap kepribadian seseorang adalah pada saat usia 0-5 th. Masa tersebut akan memberikan cirri-ciri melekat pada sikap kepribadian seseorang sampai sepanjang hayatnya. Sikap akan bertambah atau ada perubahan bila masih ada espek-aspek lain bisa berpengaruh pada diri seseorang.

2. Lingkungan sosial. Setiap individu tidak akan bisa lepas dari interaksi dan interrelasi dengan individu lainnya atau dengan suatu kelompok bahkan dengan suatu komunitas tertentu. Akhirnya dari hasil interaksi dan interrelasi dengan sendirinya akan memberikan pengaruh atau perubahan terbentuknya sikap kepribadian seseorang.

3. Kultur. Etika, norma, nilai, sikap, perilaku dan estetika budaya dapat juga mempengaruhi sikap seseorang, termasuk terjadinya akulturasi budaya dimana seseorang bertempat tinggal dengan budaya dari masing-masing asal peserta pendidikan pelatihan. setiap peserta sikap dan sampai perilakunya selalu diiringi dengan latar belakang kulturnya masing-masing. Kemudian ditambah dengan pengaruh dari akulturasi atau campuran dengan pegaulannya dengan individu , kelompok serta komunitas tertentu. Dari sini juga akan membentuk atau menambah terbentuknya sikap tersendiri.

4 Pendidikan. Tingkat dan strata pendidikan bisa juga mempengaruhi terbentuknya sikap peserta pelatihan . Sikap-sikapnya akan muncul dengan sendirinya tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Kejadiannya akan muncul berdasarkan pada pola pikir setiap individu seiring dengan kemampuan mempersepsi dan memahami pengertian materi pelatihan.

Dari 4 (empat) aspek tersebut akan merupakan suatu kendala tersendiri untuk membelajarkan sikap-sikap baru dan tersendiri sesuai dengan isi dari materi pelatihan. Sikap akan muncul seiring dengan indera dan gerak dari tubuh manusia selama berinteraksi dan berelasi dengan orang atau tanpa melalui relasi atau tanpa kontak langsung, berdasarkan cara berpikir karena memperoleh stimuli dari masing-masing individu.

Munculnya sikap dapat dipersepsi oleh lawan bicara atau fihak lain dengan menggunakan perasaannya dan terungkap oleh fihak lain atau lawan bicaranya dapat dipersepsi. Sikapnya enak-menyebalkan, ramah-bengis, komunikatif-pendiam dst. Dlsb. Sikap-sikap tersebut dapat terungkap, diantaranya adalah melalui:

a. Intonasi bahasa, Naik turunnya tutur kata nada suara akan mempengaruhi perasaan penerima ungkapan kata-kata dari pembicara. Suara dengan nada tinggi, sedang, rendah akan memberikan persepsi berbeda meskipun ucapan ungkapan perkatannya sama. Demikian pula kalau nada suaranya selalu datar juga kurang menimbulkan minat antusias dari setiap lawan bicara.

b. Kontak mata, tidak semudah seperti dalam bayangan untuk melatih kontak mata kepada semua peserta pelatihan. Melihat kepada sekelompok orang dengan melihat pada orang perorang dalam satu kelompok, demikian pula dengan melihat atau menatap kepada seseorang. Ungkapan sikap melalui pendangan mata juga dapat mempengaruhi lawan bicara. Ada beberapa ungkapan sikap melalui pandangan mata atau biasa disebut dengan tatapan mata : Sayu, sedih, senang, simpatik, melankolis, empaty, dlsb. Ungkapan-ungkapan sikap melalui pandangan mata tersebut memerlukan pelatihan sesuai dengan aspek-aspek lainnya dalam mengungkapkan pola pikir manusia.

c. Gerak tubuh, Istilah ini menurut penulis adalah gerak anggota badan, yaitu kepala, pundak, tangan, sampai telapak tangan dan jari tangannya. Bahkan langkah kakipun akan mencerinkan sikap seseorang. Mengatakan tidak dapat dilakukan dengan menggeleng, berkata iya bisa dengan mengangguk, menyapa atau memberi hormat juga dapat dilakukan dengan mengangguk. Tidak percaya, butuh kejelasan bisa diungkapkan dengan disertai menaikkan menurunkan pundak berikut gerak tangan tertentu dan menengadahkan telapak tangan. Begitu pula mempersilahkan, menerima, menolak menyebutkan diri sendiri , orang lain, semua orang dapat dilakukan dengan menggerakkan tangan.

Teknik pembelajaran berikut sebagai upaya untuk meningkatkan pemenuhan pencapaian tujuan diklat. Diklat sebagai upaya pembekalan kepada peserta pelatihan masih dirasakan sangat kurang. Penulis mencoba untuk menelaah dan berupaya untuk mengembangkan teknik pembelajaran dibidang diklat, khususnya diklat untuk petugas pemberi pelayanan dan penanganan masalah social agar pengetahuan, sikap dan ketrampilan dapat diterapkan di tempat kerjanya. Lebih spesifik lagi tujuan diklat adalah mengarah pada value dan skill, maksud nilai disini didalamnya terkandung tujuan diklat salah satunya adalah sikap. Pembelajaran value dan skill dapat dilakukan secara simultan dalam satu kegitan proses pembelajaran. Oleh karena itu telaahan berikut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan teknik pembelajaran di dalam kelas. Diharapkan Widyaiswara bisa memfasilitasi peserta diklat terutama untuk mencapai perubahan perbaikan dan peningkatan sikap peserta diklat dapat dicapai. Proses pembelajaran pelaksanaannya masih banyak bersifat transfer knowladge/pengetahuan, dan sedikit ketrampilan dapat tercapai, kecuali di dunia pendidikan ketrampilan (Lembaga Pendidikan Ketrampilan/ khusus kursus ketrampilan). Selain itu ada pengabaian prinsip diklat, sehingga proses pembelajaran bagaikan sekolah formal. Prinsip-prinsip Pelatihan-pendidikan adalah :
a. How to know, bagaimana upaya untuk mengetahui.
b. How to be, bagaimana upaya agar peserta dapat melakukan suatu pekerjaan.
c. How to do, bagaimana agar peserta diklat dapat mengerjakan suatu pekerjaan. Pelaksanaan suatu pekerjaan di bidang pelayanan manusia tidak sama dengan pelaksanaan pekerjaan di bidang pekerjaan lainnya, maksudnya adalah selain bidang pelayanan manusia. Pekerjaan pelayanan manusia sangat membutuhkan totalitas manajemen dari penggunaan semua unsur di dalam diri manusia atau petugas sendiri. Unsur-unsur tersebut diantaranya adalah : emosi, intelektual, indera, anggota badan, estetika dlsb sebagai peralatan kelengkapan untuk memberikan praktik pelayanan kepada manusia. Dari ketiga prinsip tersebut, maka sangat dibutuhkan kemampuan dan kecakapan memadai. Yaitu tentang penguasaan pengetahuan, sikap, sampai pada penerapan ketrampilannya. Perihal pengetahuan mungkin setiap orang dapat menguasai kalau seseorang mau membaca untuk belajar demikian pula ketrampilan dapat dilaksanakan kalau seseorang sering mau berlatih untuk mencoba. Melatih pada perubahan/perbaikan sikap akan berbeda proses dan kejadiannya untuk menguasai sikap-sikap tertentu kebanyakan akan mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitannya adalah adanya berbagai macam kondisi dan situasi serta latar belakang masing-masing peserta diklat, karena usia peserta diklat sudah mencapai usia dewasa. Karakter mereka sudah terbentuk secara permanen, namun belum memadai sebagai syarat kelengkapan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dibidang pelayanan manusia.
Berikut ini penulis mengemukakan ada 3 (tiga) teknik pembelajaran dalam proses kegiatan diklat masing-masing mempunyai teknik pelaksanaan berbeda antara satu dengan lainnya. Istilahnya penulis menggunakan “Role Plying menggunakan Audio Visual”, bermain peran dengan menggunakan proses pembelajaran Audio Visual. Pengertian lebih jelasnya, yaitu proses pembelajaran kediklatan dengan menggunakan audio visual diperoleh dari hasil pelaksanaan role plying peserta diklat sendiri mengacu pada penanganan pelayanan manusia. Audio visual tersebut adalah kamera film/handycam, infocus, audio/video player dan layar. Manfaat dari proses pembelajaran tersebut adalah :
1. Peserta diklat dapat mengevaluasi dirinya sendiri tentang penguasaan materi pelatihan.
2. Peserta diklat dapat memahami tentang materi pelatihan sampai pada penerapannya.
3. Peserta diklat dapat menampilkan kemampuannya sesuai dengan isi materi pembalajaran. Selanjutnya diupayakan untuk dapat merefleksi dirinya agar materi pelatihan dapat dikuasai sepenuhnya, sehingga materi pelatihan benar-benar dapat dijiwai kemudian diaplikasikan.
4. Sesuai dengan falsafah hidup manusia along life education. Berdasarkan audio visual hasil role plying diharapkan dikelak kemudian hari setelah selesai diklat peserta masih mau untuk belajar dan belajar sebagai upaya untuk pengembangan diri. Akhirnya menjadi orang profesional sesuai dengan keikutsertaannya dalam kediklatan.
5. Pelaksanaan pekerjaan dibidang suatu pelayanan manusia tidak hanya terlaksanakannya suatu pekerjaan, tetapi sikap-sikap manusiawi sangat menunjang dalam proses pelayanan pelaksanaan pekerjaan. Terutama pekerjaan-pekerjaan dalam bidang pelayanan manusia baik pencegahan, penyembuhan dan perbaikan. Sikap-sikap manusiawi dapat dibelajarkan kepada peserta pelatihan dengan menggunakan audio visual.
6. Penggunaan audio visual melalui media film dapat digunakan untuk menunjukkan kekurangan dan kelebihan atau kesesuaian sikap, perilaku manusia. Sikap akan nampak secara nyata setelah pemutaran ulang dari hasil tayangan film pelaksanaan role plying. Saat melaksanaan pengubahan sikap peserta diklat kearah perbaikan dan peningkatan kualitas sikap dapat dilakukan berdasar pada filosofi, etika, estetika, norma, nilai, kelayakan dalam pemberian pelayanan atau penanganan masalah kepada klien.
Temuan-temuan tersebut adalah telaahan empiris dari penulis setelah mengadakan uji coba selama 6 tahun terakhir sebagai Widyaiswara. Kenyataannya adalah setelah dan selalu mengadakan perubahan dan penyempurnaan proses pembelajaran, hasilnya adalah: Peserta diklat sangat antusias dan gembira, lebih komunikatif, apresiatif, respek, keingin-tahuannya semakin meningkat tidak monoton dalam proses pembelajaran. Mudah diingat dan dilakukan. Daya serap pengetahuannya semakin kuat. Selain itu banyak hal-hal dan kejadian-kejadian tidak disadari muncul keanehan-keanehan tertentu dari dalam diri peserta pelatihan sendiri. Kejadian tersebut baru disadari dan peserta diklat mau menerima setelah tayangan ulang dari praktik role playing mereka lihat, diamati, secara cermat diberi umpan balik, baik oleh Widyaiswara maupun oleh peserta diklat sendiri. Pelaksanaan umpan-balik berdasarkan pada hasil bahasan sajian teori atau konsep-konsep materi pelatihan. Bahkan kesadaran peserta muncul setelah memperoleh stimulus tayangan ulang betapa nikmat dan asyiknya belajar tentang pemberian pelayanan manusia. Akumulasi pernyataan tersebut muncul dan terungkap dari para peserta pelatihan, setelah berakhirnya proses kegiatan pelatihan dan pembelajaran,
Kendala utama pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan teknik Role Playing dengan menggunakan Audio Visual adalah pendeknya alokasi waktu / jam pelatihan. Kendala tersebut penyebabnmya adalah : 1. Ketika penyusunan kurikulun pencapaian tujuan diklat mengabaikan penggunaan kaidah-kaidah metoda teknik dan alat bantu pembelajaran dengan tepat untuk mengalokasikan waktu dalam proses pembelajaran. Kebanyakan dilakukan secara serampangan asal jadi. 2. Mengabaikan sasaran materi pelatihan belum mengacu pada pemilah-milahan tujuannya materi pada psikomotorik skill, emosional skill, analisa skill sampai dengan sintesa skill. 3. Kendala lainnya adalah sangat dibutuhkannya seorang cameramen mumpuni agar hasil pengambilan gambar dapat dilakukan secara tepat dan akurat pada momen-momen sikap-sikap peserta, baik sikap positif maupun negative. Tujuannya adalah sebagai pembanding antara satu peserta dengan peserta lainnya. 4. Berikutnya kepekaan dan ketajaman / sense of sensitivity fasilitator/Widyaiswara sangat dibutuhkan untuk mengamati proses Role Playing dan tayangan ulang. Dasar acuannya adalah pada penjiwaan filosofi, etika, estetika, norma dan nilai serta sikap dalam kehidupan manusia diadaptasikan pada disiplin-disiplin normatif keilmuan disesuaikan dengan materi pelatihannya. 5. Kebutuhan peralatan untuk membuat film sebagai perangkat alat bantu pelatihan dan dokumen peserta pelatihan juga menjadi kendala tersendiri. Oleh karena itu perlu didukung oleh penyelenggara pelatihan, sehingga tidak menjadi beban Widyaiswara ybs. Seyogyanya kebutuhan minimal dalam proses pembelajaran disediakan oleh penyelenggara pelatihan-pendidikan.
Setelah mengungkapkan telaahan empiris dari penulis selama 6 (enam) tahun terakhir dalam proses pembelajaran, berikut ini ada 3 (tiga) temuan jenis hasil pengembangan teknik pembelajaran Role playing by Audio Visual atau Role playing menggunakan Audia Visual.
1. Role Playing menggunakan Audio Visual pada Kelompok Kecil.
a. Penjelasan
Gambaran teknik ini dilakukan melalui partisipasi peserta diklat, sebelumnya dipersiapkan peran masing-masing peserta untuk pelaksanaan Role Playing. Kasus perlu disediakan terlebih dahulu oleh fasilitator sesuai dengan pokok bahasan materi pelatihan. Lebih baik diambil dari kliping Koran agar peserta pelatihan dapat memperoleh gambaran secara nyata tentang kejadian atau masalah sebenarnya.
b. Tujuan.
Untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
c. Alokasi waktu
Menyesuaikan dengan kebutuhan terlaksananya penerapan konsep materi pembelajaran sesuai dengan sub bahasan dan sub-sub bahasannya.
d. Ukuran kelompok
Kelompok kecil antara 3-5 orang.
e. Prosedur pelaksanaan
1) Berikan penjelasan kepada setiap pemeran tentang berbagai hal agar dilakukan sesuai dengan perannya.
2) Pemeran diharapkan benar-benar menguasai tentang bahan pokok permasalahan dari isi kliping Koran atau bahasan untuk digunakan sebagai bahan role playing..
3) Kesiapan cameramen untuk pelaksanaan pengambilan gambar role playing. Kegiatan ini memungkinkan bisa dilakukan langsung oleh Widyaiswara
f. Pelaksanaan Role Playing
1) Berikan penjelasan kepada setiap pemeran tentang berbagai hal agar dilakukan sesuai dengan perannya.
2) Pemeran diharapkan benar-benar menguasai tentang bahan pokok permasalahan dari isi kliping Koran atau bahasan untuk digunakan sebagai bahan role playing..
3) Kesiapan cameramen untuk pelaksanaan pengambilan gambar role playing. Kegiatan ini memungkinkan bisa dilakukan langsung oleh Widyaiswara
g. Refleksi/review.
1) Setting kamera video pada focus dan tayangkan
2) Widyaiswara membuat janji kepada peserta ada rasa “Legowo” dari peserta untuk diberi komentar / kritik-kritik konstruktif.
3) Push video kamera saat akan memberikan komentar kepada setiap pelaku tentang penerapan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
4) Berikan kesempatan kepada peserta lainnya, selain pemeran untuk mengomentari tentang pemeran masing-masing peserta role playing. “Sudah sesuaikah pemeran melakukan perannya seperti materi di pembelajaran mengacu pada Penguasaan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya”
5) Widyaiswara memberikan tambahan perbaikan agar hasil pembelajaran tujuannya tercapai.
h. Variasi-variasi.
1) Widyaiswara bisa memberikan contoh-contoh nyata secara atraktif, bisa dilakukan oleh peserta diklat atau Widyaiswara sendiri. Pelaksanaannya harus sesuai dengan materi, berdasarkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melakukan suatu pekerjaan.
2) Mintakan kesepakatan kepada peserta agar pemeran yakin sikap-sikap pemeran sudah atau belum sesuai dengan filosofi, etika, estetika, norma dan nilai sebagai kaidah untuk proses pemberian pelayanan kepada manusia.

2. Role Playing menggunakan Audio Visual untuk Kelompok Sedang.
a. Penjelasan
Pelaksanaan role playing dengan membuat peserta diklat menjadi kelompok sedang sebanyak 8-10 orang memungkinkan semua peserta diklat ikut terlibat dalam kegiatan role playing. Jadi partisipasi peserta diklat mempunyai rasa keterlibatan secara utuh dalam proses pembelajaran, karena sejumlah peserta diklat dipecah ke dalam kelompok-kelompok sedang sejumlah tersebut. Oleh karena itu dengan pembentukan kelompok sejumlah tersebut akan lebih baik dari pada hanya dengan menggunakan role playing kelompok kecil.
b. Tujuan.
Untuk mencapai tujuan diklat di bidang pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
c. Alokasi waktu
Alokasi waktu pelaksanaan role playing agar semua kelompok bisa terlibat, maka perlu ada pembatasan waktu sesuai dengan tersedianya sarana untuk pembuatan film. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula penggunaan waktu untuk refleksi dan evaluasi pelaksanaan role playing.

d. Ukuran kelompok.
Jumlah setiap kelompok antara 8-10 orang.
e. Prosedur pelaksanaan
1) Berikan penjelasan kepada setiap pemeran tentang berbagai hal agar dilakukan sesuai dengan perannya.
2) Pemeran diharapkan benar-benar menguasai tentang bahan pokok permasalahan dari isi kliping Koran atau bahasan untuk digunakan sebagai bahan role playing..
3) Kesiapan cameramen untuk pelaksanaan pengambilan gambar role playing. Kegiatan ini memungkinkan bisa dilakukan langsung oleh Widyaiswara
f. Pelaksanaan Role Playing
1) Setelah pelaku dan cameramen siap berikan aba-aba “Mulai/start”
2) Widyaiswara mengkuti jalannya role playing dengan seksama sambil membuat catatan.
3) Berikan kebebasan kepada pelaku untuk mengekspresikan semua potensinya sesuai dengan penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
4) Amati durasi waktu penggunaan film sesuaikan dengan kebutuhan untuk merefleksi/ tayang ulang pada session berikutnya.
5) Katakan “Stop/Cut” kalau menurut pengamatan Widyaiswara sudah cukup atau berikan aba-aba dengan bahasa isyarat Role Playing sudah selesai/menjelang usai.
g. Refleksi/review.
1) Setting kamera video pada focus dan tayangkan
2) Widyaiswara membuat janji kepada peserta ada rasa “Legowo” dari peserta untuk diberi komentar / kritik-kritik konstruktif.
3) Push video kamera saat akan memberikan komentar kepada setiap pelaku tentang penerapan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
4) Berikan kesempatan kepada peserta lainnya, selain pemeran untuk mengomentari tentang pemeran masing-masing peserta role playing. “Sudah sesuaikah pemeran melakukan perannya seperti materi di pembelajaran mengacu pada Penguasaan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya”
5) Widyaiswara memberikan tambahan perbaikan agar hasil pembelajaran tujuannya tercapai, meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilannya peserta diklat.
h. Variasi-variasi.
1) Widyaiswara bisa memberikan contoh-contoh nyata secara atraktif, bisa dilakukan oleh peserta diklat atau Widyaiswara sendiri. Pelaksanaannya harus sesuai dengan materi. Sudah sesuaikah pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melakukan suatu pekerjaan pelayanan dengan materi pelatihan.
2) Mintakan kesepakatan kepada peserta agar pemeran yakin sikap-sikap pemeran sudah atau belum sesuai dengan filosofi, etika, estetika, norma dan nilai sebagai kaidah untuk proses pemberian pelayanan kepada manusia.

3. Role Playing menggunakan Kelompok Besar.
a. Penjelasan
Usahakan peserta diklat sebanyak kurang lebih 30 orang semuanya ikut terlibat untuk berpartisipasi dalam bermain peran. Berikan peluang sesuai dengan keinginan masing-masing untuk menentukan perannya sesuai status dialur cerita, kasus sebagai patokan untuk bermain peran. Bagikan bahan untuk bermain peran agar semua bisa mempelajari dan memahami tentang garis besar kejadiannya dari lembaran kasus. Kasus bisa direkayasa atau lebih baik mengambil kliping kasus dari Koran atau tabloid, terutama kasus-kasus terkini.
b. Tujuan.
Sebagai usaha untuk meningkatkan/mengembangkan kemampuan (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) peserta diklat bidang pelayanan manusia.
c. Alokasi waktu
Penggunaan waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengalokasian proses pembelajaran. Pemaparan materi pada tahap awal cukup 1/4 atau 1/3 berikut Tanya jawab. Selebihnya untuk kegiatan role playing dst. dlsb. Dalam proses pembelajaran.
d. Ukuran kelompok.
Kelompok seyogyanya tidak lebih dari 30 orang, tentu saja ada beberapa orang diantaranya sangat memungkinkan mempunyai peran dan status sama.
e. Prosedur pelaksanaan
1) Berikan penjelasan kepada setiap pemeran tentang berbagai hal agar dilakukan sesuai dengan perannya.
2) Pemeran diharapkan benar-benar menguasai tentang bahan pokok permasalahan dari isi kliping Koran atau bahasan untuk digunakan sebagai bahan role playing..
3) Kesiapan cameramen untuk pelaksanaan pengambilan gambar role playing. Kegiatan ini memungkinkan bisa dilakukan langsung oleh Widyaiswara
f. Pelaksanaan Role Playing
1) Setelah pelaku dan cameramen siap berikan aba-aba “Mulai/start”
2) Widyaiswara mengkuti jalannya role playing dengan seksama sambil membuat catatan.
3) Berikan kebebasan kepada pelaku untuk mengekspresikan semua potensinya sesuai dengan penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
4) Amati durasi waktu penggunaan film sesuaikan dengan kebutuhan untuk merefleksi/ tayang ulang pada session berikutnya.
5) Katakan “Stop/Cut” kalau menurut pengamatan Widyaiswara sudah cukup atau berikan aba-aba dengan bahasa isyarat Role Playing sudah selesai/menjelang usai.
g. Refleksi/review
1) Setting kamera video pada focus dan tayangkan
2) Widyaiswara membuat janji kepada peserta ada rasa “Legowo” dari peserta untuk diberi komentar / kritik-kritik konstruktif.
3) Push video kamera saat akan memberikan komentar kepada setiap pelaku tentang penerapan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.
4) Berikan kesempatan kepada peserta lainnya, selain pemeran untuk mengomentari tentang pemeran masing-masing peserta role playing. “Sudah sesuaikah pemeran melakukan perannya seperti materi di pembelajaran mengacu pada Penguasaan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya”
5) Widyaiswara memberikan tambahan perbaikan agar hasil pembelajaran tujuannya tercapai, meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilannya peserta diklat.
h. Variasi-variasi.
1) Widyaiswara bisa memberikan contoh-contoh nyata secara atraktif, bisa dilakukan oleh peserta diklat atau Widyaiswara sendiri. Pelaksanaannya harus sesuai dengan materi. Sudah sesuaikah pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk melakukan suatu pekerjaan pelayanan dengan materi pelatihan.
2) Mintakan kesepakatan kepada peserta agar pemeran yakin sikap-sikap pemeran sudah atau belum sesuai dengan filosofi, etika, estetika, norma dan nilai sebagai kaidah untuk proses pemberian pelayanan kepada manusia.
3) Berikan kesempatan kepada semua peserta untuk saling mengoreksi, mengkritisi, menanyakan, memperjelas dan menjelaskan secara konstruktif. Widyaiswara/pelatih memfasilitasi berbagai kegiatan-kegiatan pembelajaran tersebut. Kegiatan ini sekaligus oleh widyaiswara dapat digunakan sebagai usaha evaluasi materi hasil proses pembalajaran.
Kesimpulan.
Dari hasil telaahan empiris penulis berdasarkan kenyataan dan sebagian didokumentasikan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Proses kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar. Pencapaian tujuan pembelajaran tercapai lebih optimal sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman masing-masing untuk mempersepsi lebih cepat. Pengodopsian dari pengertian teori atau konsep lebih mudah dan cepat untuk diadaptasikan pada bidang pekerjaan peserta pelatihan. Selain itu pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran lebih optimal. Prinsip demokrasi untuk pengubahan dan peningkatan sikap peserta pelatihan dapat dilakukan dengan lancar. Antar peserta bisa saling menerima dan memahami sikap masing-masing sesuai dengan latar belakangnya (kultur, social, pendidikan, dan latar belakang pendidikan keluarga). Kesadaran dan upaya untuk meningkatkan kemampuannya semakin tumbuh bahkan penuh antusias untuk menambah kecakapannya. Hal ini terjadi bukan atas dorongan atau harapan dari widyaiswara melainkan dari antar peserta pelatihan sendiri.

Lebih spesifik dari masing-masing teknik tersebut adalah sebagai berikut.:
1) Teknik Role Playing menggunakan Kelompok Kecil (3-5 orang).
Teknik tsb. dapat digunakan kalau waktunya untuk melaksanakan kegiatan proses pembelajaran sangat sempit/terbatas.
Keterlibatan peserta sangat terbatas, hanya pada kelompok kecil.
Keterlibatan emosional semua peserta tidak maksimal, sehingga rasa ketertarikan peserta tidak dapat menjadi satu kesatuan utuh dalam proses pembalajaran.
2) Teknik Role Playing menggunakan Kelompok Sedang (8-10 orang).
Teknik tsb. Penggunaannya melalui kelompok-kelompok sedang, sehingga semua peserta dapat ikut terlibat.
Partisipasi aktif peserta dapat terakomodasi sangat optimal
Ikatan emosi peserta sangat kuat, sehingga suasana pembelajaran dinamis dan apresiatif, karena ada keterbukaan diantara sesama peserta diklat.
Ada suasana pembelajaran lebih kondusif, karena tujuan kelompok sama untuk menyelesaikan satu masalah berdasarkan pada status peran masing-masing dalam role playing.
3) Teknik Role Playing menggunakan Kelompok Besar (semua peserta ikut Role Playing)
Penggunaan teknik tersebut perlu dasar pemikiran dan pertimbangan tersendiri, diantaranya adalah kasus bahan untuk role playing harus memungkinkan untuk melibatkan partisipan banyak.
Dengan adanya kelompok besar, secara pelan dan pasti akan muncul kelompok pemeran utama dan ada beberapa orang diantaranya akan terkesan pasif, meskipun sebelumnya sudah diberikan arahan-arahan oleh widyaiswara.
Katerlibatan semua peserta role playing membutuhkan waktu lebih lama, bila dibandingkan dengan teknik lainnya.

Saran.:
a. Seyogyanya saat menyusun kurikulum perlu mempertimbangkan tujuan Diklat, metoda pembelajaran serta teknik-teknik pembelajaran.
b. Kecakapan dan kepiawaian widyaiswara dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan, Penunjukan fasilitator tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Penguasaan teori penjiwaan materi sampai penerapannya sangat menunjang keberhasilan penggunaan teknik-teknik tersebut.
c. Alokasi waktu diperlu dikaji dengan cermat agar tujuan pembelajaran tercapai optimal.
d. Prasarana dan sarana untuk proses pembelajaran dengan menggunakan teknik role playing menggunakan audio visual, seyogyanya disediakan oleh penyelenggara diklat.
e. Prinsip efektif dan efisien untuk mencapai tujuan diklat peningkatan dan pengembangan kemampuan (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) dapat tercapai, maka perlu ada kepedulian dari berbagai fihak untuk menyikapi dan menindaklanjuti hasil telaahan temuan dari penulis.

Demikian hasil telaahan penulis sebagai upaya untuk mengembangkan teknik pembelajaran khususnya dibidang diklat pelayanan manusia. Harapan penulis adalah agar di kelak kemudian hari dan masa-masa berikutnya akan ada manfaatnya terutama di Balai Diklat bidang Kesejahteraan Sosial. Selamat mencoba.
*) sumber naskah : sigid rahmadi

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. 1996. Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa.Bandung. OGTA Manunggal Utama.

Sudjana, D. 1993. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung. Nusantara Press.

Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung. Falah Production.

Pease, Allan. 1991. Bahasa Tubuh: Bagaimana membaca pikiran seseorang melaui gerak isyarat (body Language) [Alih Bahasa Arum Gayatri]. Bandung. Arcan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar